Ada yang menanyakan apakah belajar untuk menjadi seorang sufi itu wajib memiliki guru? Jawab saya adalah wajib. Sebab namanya orang belajar ya harus ada guru. Jika tidak dia belajar darimana coba? Adapun guru dalam pengertian saya disini adalah sesuatu atau seseorang yang mengajarkan berbagai hikmah untuk dapat membuat diri kita menjadi seorang sufi .
Guru tersebut bisa siapa dan apa saja. Semua hal yang kadang kita anggap kejadian sepele bisa menjadi guru bagi kita untuk menjadi seorang sufi. Sering saya sendiri mengalami sebuah pemahaman ketika berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai kalangan. Setiap kejadian, sekecil apapun itu,ย adalah guru bagi saya.
Betapa pada saat seseorang yang dikenal meninggal, maka disitulah saya kembali diingatkan tentang kesadaran akan kematian. Ketika saya melihat seorang yang sangat miskin menghadapi hidup tanpa mengeluh. Bahkan sempat menguatkan saya untuk lebih tegar. Maka disitulah saya belajar bagaimana untuk ikhlas pada hidup. Juga ketika melihat orang yang bergelimpangan harta, ternyata tidak juga merasa bahagia. Maka disitulah saya diajari untuk melihat kebahagiaan itu kembali ke dalam hati.
Ketika ternyata orang-orang yang dianggap telah sangat beragama, menghianati nilai-nilai luhur dari agama tersebut. Saya diajari betapa sikap munafik itu sungguh memuakkan. Maka ketika ternyata departemen agama pernah menjadi sarang korupsi yang sangat menggiurkan. Maka saya memahami bahwa seseorang itu dinilai bukan dari labelnya. Bukan dari sebutannya. Bukan dari apa yang dikatakan orang tentang dia. Melainkan dari dirinya sendiri. Telanjang tanpa apapun yang menutupi. Disitulah akan terlihat bagaimana sejatinya orang tersebut.
Jadi kesimpulan yang bisa saya dapatkan adalah bahwa bersufi memang diperlukan guru. Dan ternyata guru itu tersedia melimpah di alam semesta ini. Tinggal kita saja yang harus tahu bagaimana caranya untuk bisa menyadari pengajaran dari guru-guru tersebut. Dari pengalaman saya sendiri, maka memang seorang guru yang saya anggap mursyidlah yang telah membuat saya bisa untuk mengakses limpahan pengajaran guru yang ada di alam semesta ini.
Tapi tentu itu adalah jalan saya pribadi Mungkin jalan anda berbeda. Anda mungkin dapat langsung mengakses para guru-guru itu tanpa perlu ditunjukkan caranya oleh seseorang. Itu adalah keberuntungan anda. Saya sendiri mungkin karena bebalnya, ternyata sangat memerlukan seseorang yang menunjukkan caranya kepada saya. Setelah itu baru saya dapat berjalan sendiri untuk berusaha bersufi. Tentu saja bersufi dengan gaya saya sendiri.
Saya baca di bukunya Amarullah Amstrong yang judulnya Sky has no Limit :
“Bertemanlah dengan orang-orang yang semakin mendekatkan dirimu padaNya”
itu kan prinsip “berguru” yang mas Dana maksudkan? ๐
semua tempat adalah sekolah dan semua orang adalah guru.
Saya = Sufiyati
*komen gak fokus*
Kang Dana, minal aidin wal faidzin [telat De] … boleh sungkem ke mas kan? ๐ *ngilu*
Pengalaman sebenarnya dapat kita ambil pelajaran namun untuk menjadikan kita Sufi saya sangat meragukan akan hal itu. untuk menjadi sufi kita harus memiliki guru pembibing yang berfungsi menhantarkan kita kepada guru sejati.
guru pembimbing memiliki ciri2 yang POLA pemikiranya sangat tajam, ketajaman dalam hal mengkaji ilmu TAUHID sangat luar biasa dan rata2 mereka tersamar seperti masyarakat pada umumnya, tidak menonjolkan diri keatas permukaan.
demikian
-salam-
*baca komen diatas*
*usil ON* ni org nama aliasnya banyak bgt toh??!
hmmmm…, ciri2nya kok kayak yg disebut al ghazali sebagai “mursyid” yah??! emg hari gini masih ada? *sgera pasang iklan*
memang bersufi kadang-kadang menjumpai hal-hal yang di luar kebiasaan, kadang kadang firasatnya tajam sekali dan tepat, kadang-kaang ucapanya persis dengan kejadian yang akan datang. Tapi yang paling sering ya digoda iblis terutapa pada syahwat ujub/takabur. Biasanya rasanya setelah belajar lama, kalau tidak mengingat guru akan menjadi ujub, merasa lebih lebih pandai dan merendahkan orang lain. Di ‘maqom’ ujub ini biasanya pelaku suluk terpelanting keatas (ngaku nabi), terpelanting ke bawah (malah menuruti syahwat kesenangan tanpa batas). Tapi kalau ada guru, paling tidak mudah untuk “merasa lebih bodoh” sehingga kalau ada kebenaran-kebenarn ilmu-ilmu yang akan datang lebih mudah untuk menerimanya dan memahaminya.
Coba aja bung Dana merasa paling pintar, pasti blog ini akan muncul lagi silat lidah (yang mungkin hanya menang- menangan debat) setelah itu paling-paling ‘capek dech’.
*komen dari yang paling ujub… ๐
@lumiere
*usil mode Off*
jangan lihat jumlah aliasnya namun lihatlah apa yang diungkapkannya.
yaa….memang betul persis seperti yang dikatakan syech Abd qodir Al jaelani wali dari segala wali, guru tersebut biasa disebut GURU MURSYID. Andai ingin dihitung ditanah jawa ini mungkin tidak lebih dari 7 Orang.
demikian
-salam-
nah, kalau model pemahaman guru seperti anda ini sih, saya oke-oke aja, asal bukan guru formal yang mensyaratkan kepatuhan dan ketundukan buta
.
bikin buku ah
(Calon) Sufi Kontemporer Abad Ini; danalingga!!!
saya kira tiap orang bisa menemukan Tuhan melalui jalannya masing-masing. toh katanya kalo kita melangkah mendekat, Dia akan berlari untuk mendekap. dalam hal ini menurut saya kelurusan niat adalah syarat mutlak.
@ sitijenang
meluruskannya pakai apa, mas jenang ๐
@darnia
Ah, yang seperti itu juga amat berguna, dan bisa jadi guru yang sangat baik.
@spidolhitam
betul.
@Rindu
Sama sama deh.
@zsheefa
Ya, saya sendiri memang berguru pada pembimbing. Tapi saya juga tidak mau menyalahkan orang-orang yang tidak begitu. Sebab bisa jadi memang tingkatan orang tersebut sudah tidak mengharuskannya lagi untuk berguru kepada sorang guru pembimbing yang khusus.
@Lumiere
*Lah, kok kamu tahu.*
Ada kok, banyak lagi. Mo dikenalin?
@ uhuik
Ah, iya ujub itu memang sangat berbahaya. Dan saya sangat sering terkena olehnya, apalagi di blog ini. Mohon jangan bosan menegur tegurannya mbah.
@zsheefa
iya, rasanya sih banyak emang.
@isnese
Cuman saya memang berguru formal. ๐
@sitijenang
Betul, itu sangat saya setuju. Memang tiap orang punya jalan masing masing.
@isnese
pake penggaris lah… ๐
ya, peristiwa memang guru yang baik..
*dijitak*
tapi sepertinya tidak ada guru yang memberikan ilmu dengan cuma-cuma, setiap ilmu memiliki harganya.. *halah nglantur apa aku ini*
Ada juga kok guru yang menggratiskan ilmunya…….download e-book gratis aja….(tapi kudu bayar pulsa internetnya) ๐
jangkrik kang pada ngerik,
angin kang pating kemlisik,
banyu kang pating kemricik,
kabeh iku piwulang kang tharik-tharik,
Urip iku anguripi,
hidup itu menghidupi,
sayang kita sering tidak menyadarinya,
bahkan sering kita tidak sungguh2 Hidup,
hingga semua pengajaran yang slalu ditempakan pada kita ibarat debu yang tertiup angin tiada membekas
@isnese
//guru formal yang mensyaratkan kepatuhan dan ketundukan buta//.
Mungkin itu yang dimaksud saat Musa berguru pada Khidr. Patuh dan tunduk itu pada mulut dan kepala. Salahnya Musa, tergesa-gesa bertanya sesuai pengetahuannya, sehingga terkesan tidak patuh saat disuruh patuh dan tunduk pada perintah “jangan bertanya”.
Artinya kalau menempuh jalan sufi sebaiknya mulut ini jangan gemar tanya/membantah pada guru, kalau guru berpetuah sebaiknya menunduk dalam arti mendengarkan dan berusaha melaksanakan.
Namun jalan sufi adalah jalan hati, jalan yang sangat terjal artinya diakui atau tidak (bagi yang syariat/ilmu agamanya kurang) pastilah hati ini meletup betanya-tanya meragukan, pingin cepat tahu dll. Obatnya kalau tidak boleh tanya salah satunya ya ‘iqra’, artinya membaca-baca, bertanya dengan motivasi untuk memahami yang hakiki. Pastilah hal ini sulit dicapai dengan cara berdebat atau berbantahan dengan gurunya, karena berdebat di sekumpulan ahli hakikat resikonya iman tergerus (bagi yang belum faham), terutama saat amarah mencekam hati.Yaa memang sebaiknya dengan jalan ‘iqra’ dan mencari petuah, dengan suasana hati yang hening.
Ketika sang guru telah menghantarkan murid kepada ” Mursyid ” maka beliaulah yang akan mengawal orang tersebut kepada Dzat sifat asma af’al atau yang kita kenal ALLAH
demikian
-salam-
@peristiwa
Mang gajinya berapa mbak guru?
@dg.limpo
Memang, selalu ada bayarannya. ๐
@tomy
Untuk selalu sadar memang sangat sulit kang.
@zsheefa
Bukannya jalan menuju ALLAH itu dalam kesendirian, tanpa apa apa?
memang kalau kita mau mendalami spiritual pertama yang harus kita tanamkan pada diri kita adalah kesadaran bahwa hidup ini harus didasari oleh dua hal yaitu PERINTAH DAN LARANGAN ( baik dalam hukum formal maupun hukum TUHAN.)
Selalu mendasari perbuatan dengan menjauhi larangan dan melaksanakan perintah.
duh bahasannya berat ๐
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu
Bismillah Khairil Asma
Allahumma Shalli ala Muhammad wa ala Aali Muhammad
Kami mengundang saudara-saudara semua untuk berkunjung
ke website kami :
http://www.hasanhusein.blogspot.com
Wassalam
realitas bahkan adalah guru yang sempurna..
dikutip ya mas dana… makasih:)
Kesendirian bukan berarti tampa apa2 melainkan bersama ke4 sahabat DIRI.
dalam meniti jalan menujuNya harus ada yang mendampingi dia tidak lain adalah suluhi qodim yang bersumber dari NUR SAHIL WUJUD yang ada pada setiap manusia, hanya melalui bimbingannyalah kita dijamin sampai dengan ISLAM (Selamat) kepada Sang Dzat karena hanya dia yang tau.
demikian
salam
hayo, sudah ikut Blog Action Day 2008 belum?
Ketika saya membaca bukunya Khrisnamurti yang judulnya Reflection of the Self, itu terakhir kali saya merasa perlu bersandar pada bimbingan seorang guru. Tapi kalo melihat definisinya Mas Dana di atas, yah berarti saya masih butuh berguru, pada siapa dan bahkan apa saja. ๐
@Islam Indie
Realitas apa pengalaman apa kejadian?
@zsheefa
Sahabat diri itu kan bagian diri juga.
Oh iya yang dimaksud Nur itu apakah?
@gentole
Bah, lo kena ajaran krishnamurti juga rupanya. ๐
Tapi memang ada benarnya ajaran tersebut, bahwa kita menuju Tuhan tidak dengan siapa-siapa. Hanya diri sendiri saja. Tidak juga dengan yang dipanggil guru Mursyid. Sebab seorang guru Mursyid hanyalah mengantar kita sampai gerbang, setelah itu adalah perjalanan kita sendiri.
::aku rasa itu hantu dan, kau harus mengucapkannya berulang untuk menemukan benarnya… ๐
eh ngomong-ngomong sufi itu apa sih dan, koq kayaknya sebaiknya sami’na wa atho’na..kalau bisa…sebab tahu saja tak membawa manfaat apa apa jika tak dikerjakan ya ngga…
semua ๐
@Zal
bagaimana mau sami’na wa atho’na kalo tampa tau rupa *bingung Mode ON*
.
.//salam
Ya, waktu kuliah dulu. Semester tiga. Bukunya boleh nemu di Gramedia.
::zsheefa nggak mengenal rupa zsheafa sendiri…???
Nuwun sewu, apa Panjenengan sudah mencoba membaca bukunya Yusdeka Putra, kalau gak salah judulnya Pengantar Menuju Ruang Spiritual kira-kira, mudah-mudahan Panjenengan memperoleh pencerahan dariNya…amin.
๐
๐ฎ
๐
AKU bersama orang-orang yang telah luluh hatinya karena AKU.
Keluar dari ke-aku-an ternyata tidaklah segampang angan-angan yg terbang tinggi ke bintang.
Anda memang hrs terikat dg segala sesuatu yg anda anggap sbg guru tersebut. Terikat tanpa syarat dg segala hukum dan peraturan yg telah DIA tentukan utk anda, utk saya dan kita semua.
Serupa tp tak sama.
menjaga kepercayaan dan kerahasiaan itu sulit. jgn sekali kali melampuai hak dan kewajiban anda, apapun situasi dan kondisi yg akan di alami.
berikan perhatian, jaga batas2nya. perlu ketabahan luar biasa utk menghadapinya dg segala ketenangan yg anda miliki. serahkan segalanya pada Dia yg anda yakini.
@zal
lah, saya juga nggak tahu sufi itu apa. Itu kan biar tulisan saya kelihatan keren aja zal. ๐
Kalo sudah tahu ya emang harus samiโna wa athoโna.
@Gopril
Waduh belon. Entar jika sudah lepas rasa jenuh saya pada buku spiritual bakal saya cari deh.
@Zal
maksud aku rupa dalam satu kesatuan yang utuh bukan rupa dalam sepenggal wajah
*Testing Mode ON*
biar lengkap sami’na wa atho’na-nya…..
seorang hamba tak akan mau meminta ujian jika blm waktunya. karena itu akan melanggar etika dan sopan santun.
seorang hamba tak akan mengelak jika ada ujian. karena itu bukanlah atas kehendak dirinya.
*jika hal tsb menyusahkan anda, anggaplah cambuk dari DIA yg Maha Agung utk selalu mendekat padaNya*
NB: emangnya suka, kalo ada yg ngetest narok gunung di atas pundak???
Memang harus ada guru, tapi guru tidak selalu diartikan orang, tapi bisa juga buku dan media lain
Wassalam
aku adalah sat guru ku atau aku adalah guru mursyid ku…gitu bukan sih?
@Zamris Habib
Mau belajar memang harus kepada guru.
@unknown entry
Gitu juga bisa. ๐
Yang saya tahu Allah itu Maha Adil.
Guruku adalah iblis dan firaun penjaga api neraka
kutipan puisiku
Jangan salahkan diriku, tak semestinya aku dicaci, berilah aku pahala
> oh Tuanku, karena aku seorang diri menjaga api neraka.
>
> Bila dalam membagi janji, janji-Mu selamanya benar, maka demikian
> halnya, apa yang kulakukan juga benar.
>
> semoga janjimu bukan janji jepang, mengaku sebagai saudara tua-ku
> tapi kau timpuk diriku selalu
>
> Malaikat-malaikat yang lain bersujud di kaki Adam, untuk mematuhi
> perintah, dan Iblis menolaknya, ini karena iblis telah merenung dan
> mengambil pertimbangan sekian lamaโฆ
>
> Kebenaran itu adalah tempat kediaman Tuhan, dan bukannya Tuhan itu
> sendiri.
>
> Kediamanku selalu di neraka jahanam,namun Tuhan memberiku istirahat 15
> menit untuk mendinginkan diri, sehingga aku menengok ke Surga
>
> kutemukan banyak kenikmatan di surga, namun aku tidak butuh kenikmatan
> itu, karena kenikmatan itu adalah memabukkan.
>
> Sehingga aku cukup hanya mengambil ac pendingin saja dari surga,agar
> nerakaku sedikit dingin, dan istirahatku sedikit mewah.
>
> terima kasih Tuhan, kau bolehkan aku mencuri ac pendingin dari surga
salam
wawan
penjaga api neraka, kelak akan kubakar surga.