Pernah dulu, Jenar sangat membenci agama-agama. Terutama agama-agama yang berasal dari Timur Tengah. Jenar membenci agama-agama tersebut karena telah membuat hidupnya serasa makin sulit. Dengan segala dogma untuk bersikap rasis terhadap penganut agama yang berbeda. Mengajarkan untuk menganggap paling benar sendiri, umat lain sangat hina karena mereka pasti salah.
Posts Tagged 'jenar'
Carilah Apa yang kau benci dari agama …
Published Februari 1, 2009 Perjalanan Jenar 48 CommentsTag:agama, benci, fiksi, hakikat, jenar, universal
Nenek
Published Januari 20, 2009 Perjalanan Jenar 20 CommentsTag:berTuhan, jenar, Kontemplasi, nenek, Renungan, Tuhan, universal
…bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu… dan bisa jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal itu baik bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.
Perjalanan
Published Desember 18, 2008 Perjalanan Jenar 22 CommentsTag:jenar, perjalanan, spiritual, universal
Jenar, saat itu sudah memasuki usia pensiun dan memang sudah pensiun. Hidup buat Jenar saat itu bukan kerja lagi, melainkan untuk dinikmati. Alasan menikmati hidup itulah , sehingga punya keinginan untuk jalan-jalan keliling kota. Jalan-jalan tanpa ada beban. Hanya menuruti kata hati. Juga ingin yang seakan memang terus mendesak untuk melaksanakan sebuah perjalanan. Perjalanan yang mungkin saat ujung hidup semakin mendekat. Untuk dinikmati.
Memiliki atau Dimiliki ?
Published Oktober 20, 2008 Perjalanan Jenar 22 CommentsTag:fiksi, jenar, kepemilikan, Kontemplasi, milik, universal
Ketika kau merasa memiliki, maka di situlah hilangnya kemerdekaan. Sebab rasa memiliki itu hanyalah menandakan bahwa kau telah dimiliki.
Kalimat itu terus terngiang di kepala Jenar. Kalimat yang ditemukannya pada sebuah novel. Betapa kalimat tersebut sangat menyita perhatiannya semenjak itu. Setiap langkahnya selalu diwarnai ngiangan kalimat tersebut. Jenar merasa tertampar , walau dia belum sepenuhnya mengerti akan kalimat tesebut. Tapi setidaknya secara samar dia mengerti bahwa kalimat tersebut menyindirnya. Menyindir rasa kepemilikan-nya.
“Ah, itu hanya permainan kata kata”
Cinta, Keraguan, dan Agama
Published September 25, 2008 Perjalanan Jenar 24 CommentsTag:agama, beda agama, cinta, fiksi, jenar, ragu
Kasih, jujur saja bahwa aku memang meragu meneruskan langkah. Berusaha merebut hatimu sepenuhnya. Sebab kasih, aku menjadi takut akan masa depan jika hatimu telah di serahkan. Dan ternyata tidak dapat dikembalikan lagi. Entah masa depan apa yang menanti bagi perbedaan-perbedaan kita. Padahal sering juga harapan agar hatimu menerima diriku sepenuhnya menghiasi mimpi-mimpi dalam tidurku. Tapi kasih, kesadaran akan masa depan membuatku menjadi pengecut.
Semua Agama Benar dan Pindah Agama
Published Agustus 1, 2008 Perjalanan Jenar 53 CommentsTag:agama, jenar, liberal, pindah agama, pluralisme, universal
“Jenar, kamu benar menganggap semua agama itu benar? “
“Iya, betul bro. Memang kenapa? “
“Lah, jika begitu, kenapa kamu tidak pindah agama saja. Kan semua benar. “
Sholatlah Seperti Engkau Melihatku Sholat
Published Juli 21, 2008 Perjalanan Jenar 57 CommentsTag:Islam, jenar, Kontemplasi, sholat, spiritual, sufi, universal
Sholatlah seperti engkau melihatku sholat
Tidak sengaja Jenar membaca kalimat tersebut. Saat itu dia sedang menikmati kacang yang dibelinya dari penjual keliling. Seperti biasa, kacang tersebut dibungkus kertas bekas demi penghematan. Yah, kelihatanya sih tidak higienis sebab entah kertas bekas apa yang beruntung terpilih untuk membungkus kacang yang dibeli Jenar.
Tapi tampaknya Jenar tidak pernah peduli. Toh, selama ini dia tidak pernah mengalami kesulitan dengan kesehatannya. Bahkan banyak pengetahuan baru yang dia dapatkan dari potongan-potongan kertas bekas yang bernasib menjadi pembungkus kacang itu. Tidak hanya pengetahuan baru, tapi juga pengetahuan lama yang mengingatkan sesuatu yang baru.
Jenar Masuk Surga
Published Mei 8, 2008 Perjalanan Jenar , Perjalanan Renungan , Perjalanan Spiritual 90 CommentsTag:cerpen, dongeng, dosa, fiksi, hari perhitungan, jenar, kejawen, Kontemplasi, malaikat, mistikus, neraka, pahala, Renungan, spiritual, sufi, surga, universal
Syahdan cerita ini terjadi ketika Jenar sudah lama mati. Jenar sendiri sudah lumayan pegel menunggu hari perhitungan yang telah dijanjikan. Syukurlah, akhirnya hari perhitungan itu dilaksanakan juga. Mungkin Tuhan merasa sudah saatnya atau bisa jadi tidak tega melihat Jenar yang kepegalan (keknya nggak mungkin deh 😛 ) . Nah, cerita ini terfokus kepada kejadian yang paling seru saat itu. Yakni pas ketika Jenar ditanyain ama malekat di sono saat hari perhitungan tersebut.
” Wahai tubuh Jenar coba ceritakan semua kebaikan dan kesalahan Jenar. ” Terdengar bang Malekat memerintah dengan sangat berwibawa sekali.
Mereka Memang Orang-Orang Pintar
Published April 17, 2008 Perjalanan Jenar , Perjalanan Renungan , Perjalanan Spiritual 45 CommentsTag:agama, cerpen, jenar, kebenaran, kitab suci, Kontemplasi, Renungan, spiritual, spiritualitas, universal
Jenar sedang bingung bin heran. Dia bingung akan orang-orang yang saling menyerang ajaran agama orang lain. Penyerangan yang dilakukan dengan memakai ayat-ayat dari kitab suci yang diserang. “Apa mereka-mereka itu telah selesai mempelajari agamanya masing masing ya? Sehingga punya waktu untuk mempelajari agama orang lain. ” pikir Jenar.
Ya, Jenar tidak habis pikir. Wong dia saja sudah belajar agamanya dari lahir sampai sekarang ini sudah berumur 40 tahun masih merasa belum menguasai semuanya.
Sukabumi, Suatu Masa
Published April 4, 2008 Perjalanan Jenar 34 CommentsTag:cerpen, dongeng, germo, jenar, kebusukan, kehidupan, pelacur, PNS, seragam, sukabumi
Di suatu masa. Saat senja sedang menyapa Sukabumi. Dalam binar merah sisa cahaya sang mentari. Jenar sedang bercengkrama dengan laptop di teras kamar 13, hotel Taman Sari. Berusaha menuliskan laporan hasil kerja hari itu, di temani secangkir kopi panas. Udara dingin nan segar menjernihkan pikiran, berusaha memacu semangat untuk menyelesaikan laporan secepatnya. Lantas pergi menikmati malam di Sukabumi, malam yang indah dan sedikit nakal. Seperti malam-malam yang biasanya dia lewati ketika bertugas di luar kota.
Komentar pada Perjalananku