Metode Memahami Ayat-Ayat Kitab Suci

Tulisan ini merupakan sebuah pengembangan dari cerpen tentang perjalanan Jenar yang berjudul Islamkah ini? AQ 4:3 . Tulisan ini terinspirasi dari komen-komen yang bermunculan di post tersebut, yang berusaha menjawab kegamangan Jenar. Secara garis besar, saya memahami komen-komen tersebut ada dua golongan besar. Yang secara semena-mena saya anggap saja sebagai dua metode untuk memahami ayat tersebut, dan jika saya generalisasi (lagi-lagi secara semena-mena) maka dapat di anggap sebagai 2 metode untuk memahami ayat kitab-kitab suci. Apapun kitabnya itu. 😉

Ok, untuk langsung ke pokok pembahasan maka saya kutipkan komen-komen yang saya anggap dapat mewakili penggolongan yang telah saya buat di atas.

Metode Satu :

:: ahmad irfan, Januari 8, 2008 di 7:27 pm

dulu di kalangan orang arab memang di kenal perbudakan sampai di utusnya Nabi Muhammad. Setelah itu, pola hidup masyarakat mulai ditata dengan aturan Islam. Masalah perbudakan pun diatur….dimana budak2 tersebut harus di hargai..dan di hormati selayakx manusia yang memilki harkat dan derajad yang sama dengan sesamax. Ada budak lelaki ada budak perempuan….aturan sebelumx memang membebaskan para majikan berbuat seenakx pada budak2 yg mereka miliki, tatkala Islam datang, kepada para majikan yg memiliki budak perempuan disarankan agar tidak menimbulkan fitnah(zina) bagi budak2nya, dimana salah satu yang ditawarkan adalah menikahinya !, memang dulu beristri beberapa wanita di kalangan bangsa arab adalah lumrah, dan islam datang untuk mengaturnya….Sampai skrng aturan itu masih sangat Relevan, cuma keadaan dan sarana yg berbeda…
setuju atau tidak…tergantung pandangan si Jenar ? dari sisi mana ia menilai ajaran Islam Yang Mulia ini !!
mohon maaf jika ada kekeliruan..mohon di koreksi…karena saya jg insan yang lemah
wallahu ‘alam !
wassalam

:: mulut,Januari 9, 2008 di 7:29 am

welgedewelbeh
Menurut mulut, ayat ini harusnya dipandang dalam kerangka transformasi sosial. Dari jaman perbudakan yang amat lumrah saat itu termasuk hak sang pemilik untuk menyetubuhi budak-budak wanitanya. Secara kultur, budak tidak memiliki dirinya sendiri apalagi untuk menikah, semua nasibnya ditentukan oleh sang pemilik.
Untuk dapat memahami ayat ini, lihatlah sisi semangat pembebasan budak yang dikandungnya. Secara manusiawi, budak-budak yang dikawini oleh pemilik biasanya adalah budak-budak kesayangan. Yang ketika melahirkan anak dari darah sang tuan … maka anaknya tidak akan menjadi budak “biasa” lagi. Bahkan mungkin kebanyakan malah dibebaskan oleh sang tuan, karena ia adalah darah daging sendiri.
Kalau kita setback pada kondisi saat itu, dimana seseorang boleh memiliki perempuan tanpa batas jumlah, mewarisi atau mewariskan istri saat sang ayah meninggal. Tentunya pendekatan ini (pembatasan istri sampai hanya empat saja dan kebolehan mengawini budak) merupakan terobosan revolusioner.
Untuk kondisi saat ini, terserah kita saja. Apakah kita mau memakai ayat tersebut secara leterleks atau kita ambil semangat transformasi sosialnya. Bagi mulut firman Tuhan adalah selalu maha benar, tidak akan menjerumuskan manusia ke lembah nista. Wallahu a’lam.

:: aRuL, Januari 9, 2008 di 10:46 am

Dalam tahap permulaan sejumlah sahabat telah memenuhi himbauan untuk membebaskan budaknya secara sukarela. Bahkan Abu Bakar RA membeli sejumlah budak kemudian membebaskannya. Salah seorang diantara budak yang dibeli kemudian dibebaskan olehnya ialah Bilal. Walaupun pada tahap permulaan belum banyak yang bersedia secara sukarela membebaskan budaknya, namun sejarah mencatat kemudian setelah kualitas keimanan ummat Islam merata secara luas, sejumlah besar budak dibebaskan secara suka rela. Ada pula cara menghentikan perbudakan dengan jalan memotong garis keturunan, yaitu menikahi budak-budak perempuannya. Keturunan dari hasil perkawinan itu bukanlah budak lagi. Hal ini telah dikemukakan dalam Seri 279, 29 Juni 1997, berjudul polygami

dikutip dari http://www.nabble.com/Re:-debate_religious-budak-dalam-Islam-td14332680.html
jadi bisa dilihat bahwa Islam itu ingin menghapus perbudakan dengan mengawini budak2nya.

:: Ram-Ram Muhammad, Januari 10, 2008 di 9:39 am 

[…] Penghapusan sistem perbudakan dalam Islam, atau istilahnya Mulut Tranformasi sistem sosial dilakukan secara bertahap. Step by step inilah yang saya maksud dengan kebijaksanaan. Tidak grasa-grusu, tapi juga memperhatikan kebiasaan, sistem yang berlaku dan efek.
Sama seperti halnya pengharaman khamr atau minuman yang memabukkan. Orang Arab jahiliyah dikenal gemar meminum khamr, di samping gemar berperang, berzina, berjudi dan menyembah berhala. Pada saat itu mabuk bukanlah perbuatan tercela, bahkan dianggap ciri kejantanan. Orang Arab -pada waktu itu- jika bepergian biasanya selalu membawa pedang, pisau, dan tempat khamr.

Untuk menghilangkan kebiasaan ini, Allah SWT tidak secara srta merta “menerbitkan” aturan syariat yang bersifat melarang/mengharamkan secara mutlak. Namun di awali dengan wahyu mengenai kandungan khamr yang memiliki dampak manfaat dan madharat. Dan Allah SWT menekankan bahwa kemadharatannya jauh lebih besar daripada manfaatnya. Tahap ini merupakan tahap awal di mana manusia diberitahu atau diingatkan dan didorong untuk berfikir secara rasional agar menghitung untung ruginya meminum khamar.
Pada tahap kedua, Allah SWT memerintahkan agar setiap muslim yang akan melaksanakan salat agar terlepas dari pengaruh khamr. Hal ini dimaksudkan agar orang-orang yang masih tidak dapat meninggalkan kebiasaan minum khamr, mulai mengatur porsi dan jadwal minumnya. Dalam therapy ketergantungan obat, cara seperti ini seperti pengurangan dosis.
Pada tahap ketiga, barulah “terbit” aturan syariat yang melarang secara tegas meminum khmar, dan minuman keras ini dipersamakan derajat keharamannya dengan berjudi, mengundi nasib dan menyembah berhala.
Demikian pula halnya dengan penghapusan sistem perbudakan yang telah mengakar dan menjadi sistem sosial selama ribuan tahun. Prosesnya dilakukan dengan pemberlakuan berbagai aturan hukum yang mengarah pada pembebasan budak. Misalnya: Jika seseorang pada bulan Ramadhan secara sengaja melakukan hubungan suami istri pada siang hari -sebelum waktu ifthor- maka denda pertama adalah membebaskan budak. Contoh lainnya, adanya aturan syariat yang mengatur hukum waris antara seorang bekas tuan dengan budaknya yang dimerdekakan. Juga hukum mengenai status budak yang digauli majikannya dan atau melahirkan anak dari hasil hubungannya tersebut. […]

Metode Dua :

:: abah dedhot, Januari 10, 2008 di 12:00 am

@dik jenar
kamu ini masih muda… tapi kok malah ngebahas “kawin” melulu, pasti LIEURRR… apa udah ngga tahan…??? kawin mah urusan orang “dewasa”.
Ayat yang “menyesatkan” kamu ini, sesungguhnya sangat ISLAMI… mesti dilakoni sendiri, untuk fahamnya, cari dalam Al Qur’anul Adzim… pertama, ambil “wudhu” (sucikan, apa yang suci..???), kedua… langsung nyebur aja deh, “amati” Al Qur’anul Adzim (‘kitab’ yang Qadim, tidak pernah kadaluwarsa) dari ketenangan dasar samudera…
[ … ]
@mas dana
…ehm, kayanya kalo abah coba dirinci dan dijabarkan, kita mulai dari maqom paling bawah… kira – kira seperti ini :
1. Budak-budak (jamak), hamba sahaya…
2. satu (perempuan) non yatim.
3. dua, tiga atau empat (perempuan) non yatim.
4. satu (perempuan) yatim, MAQOM TERTINGGI.
untuk “mengawini”nya (ke 4 maqom tersebut secara bertahap), “mas kawin” merupakan syarat mutlaq.
“kawin” adalah 2 atau lebih menjadi AHAD.
“hamba sahaya” adalah budak dunia (diri).
“perempuan”, citra baitul muqadas, singgasana yang AKU sucikan. syeh abdul muhyi menyimbolkannya dengan “gua safarwadi”…
“yatim” adalah predikat ‘khusus’, predikat yang mulya, (hanya punya ibu, apakah makna “ibu”…???) karena…menghardik (anak) “yatim” sama dengan mendustakan AGAMA (mengkhianati Rasulullah). hubungannya erat sama BIG BOSS. simbolnya banyak… rambutnya… salah satunya, disimbolkan dengan muhammad bin abdullah sebagai seorang yang yatim dari lahir.
“adil” adalah asmaKU.
Gimana mas dana… bisa dirangkaikan…??? supaya ayat ini tidak “menyesatkan” lagi… sok atuh dimainkan..
@dik jenar lagi
Silahkan dik jenar menyelam lagi… ntar kita ketemu ya, di dasar samudera…
salam

:: abah dedhot, Januari 10, 2008 di 1:12 am 
@mas dana
Iya mas… sepertinya yang menjadi target utama adalah, sang “adil” mlalui “perkawinan” dengan (perempuan) yang YATIM. kalo (perempuan) yang lain mah… hanya target alternatif aja ya…??? digelar tapi bukan prioritas… hanya gambaran kedudukan / maqom.

:: abah dedhot, Januari 10, 2008 di 2:04 pm

[ … ]
@dik jenar
Fahami kedudukan YATIM yang sangat mulya… kedudukannya lebih tinggi dari kedudukan seorang presiden…! jangankan menghina / memukul dia, hanya menghardik saja sudah dicap “mendustakan AGAMA”, dunia & akhirat BANGKRUT TOTAL…
Fahami kedudukan IBU / perempuan yang sangat agung… sampai surgapun ada ditelapak kakinya…
fahami ritual “nikah” yang disucikan… sakral, bila faham kita ngga akan ngomong seenak udel : “salah satu hikmah nikah adalah menghindari zinah”… (sering kali yang mengaku pemuka umat, bicara demikian… seenak udelnya).
sejak kapan ritual / syari’at ISLAM memfasilitasi HAWA NAFSU…???
ada pernyataan syeh abdul jalil yang amat NEGONG… “matahari yang ada diatas itu mulai ADA, setelah saya lahir… sebelum saya lahir matahari itu belum ada disana…”
salam

:: abah dedhot, Januari 11, 2008 di 1:29 pm

@mas dana
betul mas… dan masing-masing tahapan ada “mas kawin” nya. makna ke AHAD an dengan sang “adil” akan terbias sempurna melalui (kuncinya)… “YATIM”.
@dik jenar
Pada awal tulisan, jenar sudah mengingatkan mengenai kedudukan ayat AQ sebagai “pedoman hidup”nya, saat ini jenar sedang mencari “manfaat” dari pedoman hidupnya (ayat AQ) ini agar dia “eling” dalam melakoni kehidupannya yang sekarang… saat ini, bukan yang dulu atau yang akan datang. Yang jenar inginkan kupasan AQ sebagai pedoman hidup… bukan AQ sebagai buku sejarah… gitu kali ya jen..???
Salam

Maka, dan oleh sebab itu : 

Dapat saya golongkan bahwa metode satu melihat ayat-ayat AQ sebagai sejarah yang dapat di tarik sebuah pelajaran darinya, dan mungkin bisa di terapkan pada masa kini dan mungkin juga tidak. Biasanya penyebab sudah tidak dapat diterapkan lagi adalah karena kondisi kekinian telah berbeda dengan kondisi di jaman ketika ayat tersebut turun. Seperti misalnya mengenai ayat AQ 4:3 ini , jika ternyata budak sudah tidak ada lagi maka tentu ayat ini tidak berlaku. Dan memang tetap ada pelajaran yang bisa di ambil, misalnya untuk menghapuskan sebuah kebiasaan jelek yang sudah membatu cara yang tepat adalah secara step by step atau di sebut transformasi sosial. Biar si objek jangan kaget, lantas malah menolak dengan keras, sehingga tujuan semula malah tidak tercapai. Biasanya cara ini memandang ayat-ayat itu apa adanya, tidak ada arti tersembunyi darinya (Mukamat).


Adapun metode dua adalah memandang ayat-ayat tersebut mengandung makna  sebagai sebuah petunjuk dari Tuhan, di mana dalam setiap kata-kata ada tersimpan suatu kunci rahasia untuk memahami bagaimana mencapai Tuhan itu sendiri. Cara ini biasanya agak sulit di terima masyarakat awam, sebab tidak punya landasan sejarah yang tertulis dan juga bukan jenis keilmuan yang dikenal secara umum. Dan sering juga dianggap sebagai pendapat yang hanya mengada-ada saja, sesuai dengan nafsu si pemberi makna. Namun keunggulan cara ini adalah ayat-ayat tersebut akan tetap hidup sepanjang masa, sebab pemaknaannya akan selalu sesuai dengan jaman. Sehingga ayat-ayat tidak akan pernah perlu untuk di museumkan. Dan pada metode ini, biasanya memandang ayat-ayat tersebut mempunyai arti tersirat (Mutasyabihat).

Nah, begitulah sebuah penggolongan semena-mena terhadapa komen-komen yang saya dapat dari kegamangan Jenar kemaren itu. Mungkin para pembaca mempunyai pemikirana sendiri, silahkan di share. Mana tahu bisa menambah hikmah bagi kita semua. Misalnya bisa melahirkan metode ketiga, yang mencakup ke dua metode yang telah saya tuliskan di atas. Atau mungkin pula sebuah metode baru yang lebih sempurna lagi. :mrgreen:

Oh iya, memang tidak semua komentar yang berhasil saya masukkan ke dalam salah satu metode. Sebab menurut saya ada komentar-komentar yang di luar dari dua metode tersebut, tapi saya belum bisa mengidentifikasi metodenya. Mungkin ada yang bisa menggolongkannya?

70 Tanggapan to “Metode Memahami Ayat-Ayat Kitab Suci”


  1. 1 AmruL Februari 9, 2008 pukul 4:12 pm

    Menafsirkan Alquran itu berarti kita sudah menguasai kaidah2 dalam menafsirkan Al Quran.
    Kalo blom yah blajar ato bertanya kepada yg ahli nya.

    Kecuali anda blajar eling …maka gak perlu pake guru…blajar aja sendiri…sapa tau turun wahyu baru. Trus buat agama sendiri..selesai…gak da yg perlu diributkan….Hiohiohio…

    Ahli tafsir itu banyak…seperti banyak nya para sahabat nabi…yg masing2 mengalami asbab nuzul tersendiri…
    Jadi terkadang seorang sahabat menguasai penafsiran Sebuah surah…tapi berbeda pada surah yg lain.
    Dalam Al Quran juga ada nasakh dan Mansukh nya…ini juga harus di ketahui…
    Ada yg muhkamat ada yg musyabihat….ini juga harus diketahui kaidah penggunaan nya….
    Dan yg paling harus di cermati bahwa itu adalah Bahasa Arab asli pada masa Rasullullah…Perumpamaan nya adalah yg paling mendekati kondisi pada masa itu….
    Jangan mempelajari Al Quran dalam terjemahan Indonesia, yg arti nya itu juga tafsir yg paling mendekati bahasa arab nya.

    Saya beri Contoh : Ar-Rahman itu gak ada artinya dalam bahasa di dunia ini….
    Tapi Allah membuat sebuah perumpamaan yg sama dengan kondisi di Arab pada masa itu…sehingga dapat di mengerti oleh akal manusia.
    Pada masa itu dalam budaya arab dikatakan Rahama sebagai fiil madhi yg berarti menyayangi.
    Maka di tafsirlah bahwa Ar-rahman itu Maha Pengasih dan ini adalah pengertian yg mendekati untuk dimengerti.
    Jadi tidak benar boleh menafsirkan Alquran secara serampangan.
    Dan juga salah satu penjelasan Al Quran itu adalah dengan As Sunnah, yaitu Sunnah Rasulullah.
    Allah perintah kan shalat dalam Al Quran…nah Hadist menjelaskan bagaimana metode pelaksanaan shalat, maka kita shalat sebagaimana Rasullullah shalat, dan ini juga ada kaidah nya.

    Satu lagi kita harus benar2 mencintai Rasullullah, baru bisa mengenal islam itu, karena bagaimana kita mengerti islam sedangkan pembawa islam sendiri kita tidak mengenal, tapi lebih mengenal org lain.

    Diluar Topik Masalah:

    Dan tidak ada kepastian bagi makhluk Allah, sebagaimana anda tidak mengetahui kepastian akan ajal kita masing2.

    Abu yazid Bustami mengatakan bahwa mengamalkan Al Quran dan As Sunnah adalah Karamah.

    Islam adalah islam bukan tasauf bukan fikih bukan pula ilmu kalam.
    tasauf, fiqih dan ilmu kalam adalah ilmu yg terpecah2 dalam mempelajari islam. dari sini timbul pula berbagai macam golongan.
    saya pikir kalo anda berminat mempelajari islam secara benar, maka cari seorang guru yg benar2 menguasai islam bukan golongan2.
    Dan itu saya akui sulit untuk masa2 sekarang ini….Namun Doa kita panjatkan pada Tuhan untuk di beri petunjuk…maka yakin lah Allah pasti akan memberi kita petunjuk selama yg kita cari itu adalah kebenaran, bukan untuk membela kelompok tertentu ato bisa diterima oleh kelompok tertentu dan bukan pula untuk menghujat kelompok2 tertentu.

    Maka kebenaran itu satu…dan perintah itu juga satu…karena Tuhan itu satu.

    Sekian panjang lebar saya …untuk menjelaskan beberapa pertanyaan anda yg menurut saya selalu anda pertanyakan.
    Kalo anda juga blom puas itu di karenakan saya ini juga masih dalam tahap belajar, mohon dimaklumi. Kesalahan dari saya, kebenaran dari Allah.

    • 2 abrorr Juni 30, 2009 pukul 5:23 am

      saya sngt se7 bahwa dalam berilmu itu tidaklah boleh membatasi guna memojokkan satu golongan atau dengan kata lain berusaha memenangkan golongannya sendiri. karena pada hakekatnya DIEN ISLAM, yang berisi aturan2 atau hukum2 ALLAH itu tidak dapat dipersempit maknaya ke dalam suatu agama golongan.kalo Dien diartikan sebagai agama,sedangkan kita telah mengetahui bahwasanya semua yang ada di muka bumi telah aslama baik secara terpaksa maupun sukarela(QS3:83,lantas kalo Dien=agama, terus bagaimana cara hewan menggenapi rukun islam? yaitu sholat?naik haji?
      ISLAM dari kata yuslimu-aslama, yang memilki makna “berserah diri” tentunya tidak dapat dipersempit dengan istilah agama. DIEN ISLAM tepatnya adalah Sistem Aslama yaitu sistem berserah diri,tunduk patuh kepada hukum2/aturan ALLAH.Kita lihat bahwa seluruh ciptaan ALLAH yang ada di muka bumi telah ber-aslama(islam)sesuai dengan fitrahnya.ber-aslama-nya hewan dapat kita lihat,ex;ikan yang hidup di air tidak akan pernah bisa hidup di darat,begitu juga burung yang hidup terbang tidak akan pernah bisa hidup di dalam air. selain itu tata surya ini juga telah islam/berserah diri pada hukum ALLAH, yaitu adanya keteraturan antara matahari dan bumi dalam mengitari porosnya masing2.cb bayangkan bagaimana jadinya kalau semua ciptaan ALLAH tidak beraslama/islam?lantas timbul pertanyaan,apakah kita sebagai manusia yang selalu mengaku sebagai ciptaan ALLAH yang paling sempurna telah beraslama(tundukpatuh) secara total kepada hukum2 ALLAH??saya menghimbau kepada diri sendiri khususnya dan kepada para sahabat pada umumnya,mari kita renungkan hakikat ALLAH menciptakan kita semua,agar dalam perjalanan kedepan kita dapat menggenapi apa yang dikehendaki ALLAH atas kita semua dalam Qur’an surat 51:56, yaitu tidak diciptakan-Nya jin dan manusia tak lain untuk mengabdi kepada ALLAH.tentu kita dapat menjawab pertanyaan itu,apakah kita sudah menjadi apa yang ALLAH kehendaki atau belum, semua kembali kepada pentafakuran para sahabat. kurangnya pasti dari saya,kebenaran datangnya dari ALLAH.mohon maklumnya,karena saya hanyalah manusia yang ingin terus belajar akan ilmu ALLAH. Alhamdulillah.

  2. 3 danalingga Februari 10, 2008 pukul 10:47 pm

    Bah! Panjang banget dan mengerikan banget yak? Btw, itu syarat menerjemahkan atau menafsir sih pak? Oh iya menafsir maksud saya adalah dalam artian memahami ya. Sebab jika syarat menafsir gitu, bisa-bisa ampe mati juga nggak berani menafsirkan sendiri arti dari ayat-ayat AQ itu. Dan terpaksa menelan aja tafsir orang. :mrgreen:

    Sebagai bahan renungan coba baca http://wadehel.wordpress.com/2007/03/30/belajar-quran-kok-dipersulit . Mayan buat pencerahan. 😀

  3. 4 AmruL Februari 11, 2008 pukul 2:36 am

    Hiohiohio…jangan panik gitu dunk…rileks aja…

    Saya lebih cenderung kepada memahami tafsir orang lain.
    Ini yang saya tangkap dari maksud anda.
    Karena menjelaskan makna per ayat itu adalah yg sebenarnya tafsir.

    Memahami Al Quran dalam bahasa selain bahasa arab nya sendiri adalah memahami penafsiran orang lain.
    Dan ini diperbolehkan selama bukan untuk membuat hukum.

    Namun tetap aja ada aturan nya….tanpa mengenal kaidah2 nya saya yakin kalo anda membaca AL Quran mulai dari surah pertama sampai terakhir…anda kan terbentur pada banyak pertentangan dan akan banyak menimbulkan berbagai macam keraguan.

    Saya beri salah satu contoh ….anda akan banyak menjumpai kata2 kafir dalam Al Quran..dan setau saya banyak yg tidak menyukai kata2 kafir….trus kenapa pula Tuhan mengatakan kafir…?
    Kepada siapa kafir itu layak di beri…???

  4. 5 zal Februari 11, 2008 pukul 6:47 pm

    ::Amrul…

    kalo anda membaca AL Quran mulai dari surah pertama sampai terakhir…anda kan terbentur pada banyak pertentangan dan akan banyak menimbulkan berbagai macam keraguan…

    Lalu bagaimana ianya sebagai petunjuk…, bagi yang bertaqwa pula itu…

    kenapa pula Tuhan mengatakan kafir…?
    Kepada siapa kafir itu layak di beri…???

    pada siapa ya Rul….???, padahal itu juga ciptaanNYA..koq ya dikafirkanNYA… kenapa ya… ????

  5. 6 zal Februari 11, 2008 pukul 6:53 pm

    ::dan kaki siapanya itu…???

  6. 7 danalingga Februari 11, 2008 pukul 8:22 pm

    @AmruL

    Yah, wajar saja panik. Soalnya di beri syarat yang hampir mustahil di lakukan dalam kehidupan ini, entah dalam kehidupan yang akan datang. :mrgreen:

    Memahami Al Quran dalam bahasa selain bahasa arab nya sendiri adalah memahami penafsiran orang lain.
    Dan ini diperbolehkan selama bukan untuk membuat hukum.

    Saya masih merasa rancu, itu memahami penafsiran atau terjemahan orang lain ya? Lagian hukum di sini yang di maksud apa sih? Contohnya?

    Namun tetap aja ada aturan nya….tanpa mengenal kaidah2 nya saya yakin kalo anda membaca AL Quran mulai dari surah pertama sampai terakhir…anda kan terbentur pada banyak pertentangan dan akan banyak menimbulkan berbagai macam keraguan.

    Ok, berarti kita bicara mushaf AQ di sini yak. Nah, sebenarnya mau pake aturan atau tidak aturan selalu akan ada pertentangan. Tinggal sekarang pertentangan itu kita manfaatkan untuk menggali maksud sebenarnya, atau kita manfaatkan untuk menyalahkan AQ. Semua tergantung pilihan toh. Sebab saya yakin misalnya orang-orang yang mempunyai pemahaman berbeda terhadap AQ itu, bukannya lantas mereka tidak pake kaidah. Btw, kaidah ini sebenarnya buatan manusia atau Allah sih?

    Saya beri salah satu contoh ….anda akan banyak menjumpai kata2 kafir dalam Al Quran..dan setau saya banyak yg tidak menyukai kata2 kafir….trus kenapa pula Tuhan mengatakan kafir…?
    Kepada siapa kafir itu layak di beri…???

    Ah, nggak mengganggu kok kata kafir itu, bila memang Allah yang mencapkan kepada saya. Yang mengganggu itu kan orang-orang yang mengambil alih kekuasaan Allah, dengan mengkafirkan orang lain. Padahal yang mengkafirkan itu juga bisa jadi masih kafir. :mrgreen:

    @zal

    Mungkin itu kaki Tuhan zal. 😆

  7. 8 AmruL Februari 11, 2008 pukul 10:38 pm

    Saya gak memperpanjang lagi.
    Untuk singkat nya…saya bawa kan satu riwayat sebagai bahan renungan:

    Riwayat Abu Ubaid yg diterima dari Ibrahim at Taimy, ia berkata:”Pada suatu hari Umar r.a. menyendiri dan berbisik dlm dirinya:Mengapa umat berselisih padahal nabinya satu, dan kiblatnya pun satu? Ibnu Abbas berkata: Wahai Amirul Mukminin,telah diturunkan atas kita Al Quran lantas kita baca dan kita tahu sebab turunnya.Sesungguhnya akan dtg setelah kita beberapa kaum yg membaca Al Quran tp tidak tahu sebab turun ayat2nya sehingga mereka pun mengeluarkan pendapat mereka dan bila mereka mengeluarkan pendapat berselisihlah mereka dan bila berselisih mereka pun saling bunuh membunuh.”

    Wallahua’lam…

  8. 9 danalingga Februari 12, 2008 pukul 7:23 am

    Makasih atas renungannya. 😛

  9. 10 emmy21 Februari 19, 2008 pukul 8:18 am

    ijin copy paste bang dana .. buat nyebar virus…

    salam

  10. 12 abah dedhot Februari 23, 2008 pukul 10:58 pm

    @mas dana
    Abah baru inget bahasan kita dulu, bareng mas zal…

    Ujungnya… penegasannya…
    wahyu… risallah… kalamullah… berasal dari alam Tanpa Batas. ia tidak berhuruf dan tidak bersuara. Terfahamkan RASULULLAH, sehingga terucap dari mulut Muhammad bin Abdulah berupa suara, bunyi yang terangkai dalam BAHASA. Bunyi bahasa ini yang diperdengarkan kepada para sahabat, disertai dengan penjelasan (ILMU) dan RASA oleh rasulullah.

    saat ini…
    BAHASA adalah sarana / media manusia yang “TERBATAS”, dalam menyampaikan “maksud hati (tanpa batas)” kepada manusia lainnya agar faham.
    wahyu menjadi ayat suci dalam bahasa manusia.
    TANPA BATAS menjadi TERBATAS.
    Disaat manusia menetapkan “sang terbatas” ini menjadi dasar ke IMAN an untuk menjangkau SANG MAHA TANPA BATAS, ini adalah AKHLAQ yang keliru. MUSTAHIL.
    Seribu ahli tafsir dengan menggunakan seribu bahasa sekalipun, MUSTAHIL bisa menyampaikan dengan HAQ keadaan alam wahyu yang tanpa batas. Pasti terjadi distorsi dari kondisi yang HAQ, yang sebenar-benarnya.
    nah, ini yang harus dijadikan aqoid / harga mati / patokan dalam memahami Kitab Majazi / Kitab yang mati, Kitab yang terhampar dan Kitab yang Hidup, semua berasal dari Yang Maha Tanpa Batas…

    Kitab majazi adalah AQ yang ada di toko buku, banyak orang yang menafsirkan, dijadikan perlombaan, bacaan, hafalan dan juga perdebatan. Sebagai petunjuk hanya untuk mutaqiin, sedangkan bagi kebanyakan manusia adalah kitab yang sarat akan perumpamaan yang membingungkan.

    Kitab yang terhampar adalah bumi, langit, jagat raya, isi dan peristiwanya, merupakan karya/af’al NYA, bukti nyata, dalil dsb sarat akan ILMU & Pengamatan. Mengantarkan kepada Ilmul yaqin & A’inul yaqin.

    Kitab yang Hidup…??? :mrgreen:

    salam

  11. 13 danalingga Februari 24, 2008 pukul 8:55 am

    Wah, iya ya bah. Makasih dah di ingatkan lagi nih.

    Padahal dah jelas-jelas bahwa AQ itu tidak terbatas. Bagaimana mungkin kita membatasi dengan ilmu tafsir. Bubar deh tuh. :mrgreen:

    Sepemahaman saya memang pada saatnya nanti untuk memahami AQ yang tak terbatas itu tidak di perlukan kata-kata lagi. Dan untuk tahap awal sebelum bisa memahami AQ tanpa kata-kata itu, maka silahkan memahaminya dengan kata-kata. Yang penting kita menyadari bahwa kata-kata itu terbatas, jadi tidak bisa menjelaskan AQ yang tak terbatas itu secara utuh.

    :mrgreen:

  12. 14 abah dedhot Februari 26, 2008 pukul 10:06 pm

    @mas dana
    Kalo menurut abah mah itu udah harga mati / aqoid / aqidah… Kalo memang ingin kembali ke “asal” yang HAQ, ngga ada jalan lain lagi. Mohonkanlah suatu keberuntungan yaitu kemenangan dan keselamatan…
    salam

  13. 15 Faubell Mei 15, 2008 pukul 11:56 am

    Salah satu metoda menafsirkan ayat Al Qur’an adalah mengutamakan menggunakan ayat Al Qur’an yang lain. Padahal Al Qur’an yang lain itu selama ini selalu digendong kemana2. Anda baca Al Qur’an, anda nggak ngerti artinya, tapi sadarkah bahwa di dalam diri Anda itu ada yang tahu maknanya atau maksud yang sampeyan baca itu. Siapa yang tahu itu ?
    Maknai dulu AQ 4:1 ~ 4:3, Insya Allah akan dipahamkan. Kok sukanya mempersulit diri sendiri ya?. Tanya kenapa???
    *joged2 orang gila*

  14. 16 syelviapoe3 Juli 7, 2008 pukul 1:51 pm

    Wah..kalo saya gak berani lah…menafsirkannya..Saya gak punya kapabilitas untuk itu (sekaligus gak qualified…alah bhs ku..ckk..ckk). Kalo saya ragu maka saya akan bertanya pada yang lebih paham…Melihatnya dari berbagai sisi

    Salam kenal

  15. 17 watonist Juli 8, 2008 pukul 5:48 pm

    @syelviapoe3
    trus menurut sampeyan … siapakah orang yang qualified itu ??

  16. 18 samudera Oktober 13, 2008 pukul 12:00 am

    ya samuderanya.

  17. 19 suka asal Oktober 13, 2008 pukul 12:10 am

    Suka2nya aku jalani lah. Mau neraka kek mau surga nek, emang gue pikirin. Yg penting asik.
    Gue yg punya badan, knp situ yg sirik.
    Mau gue masukin kuping kiri, keluarin kuping kanan. Kupingnya punya gue, knp elo yg teriak2.
    Mau gue telen, mau dimuntahin, terserah gue.
    Sebodoh amat, EGP.

    *emang udah dari sononya suka asal dan suka ngeyel*

  18. 20 percuma Oktober 13, 2008 pukul 12:12 am

    sia-sia saja ngomongin ma org yg `ga mau tau`.
    tu udah urusan kita 🙂


Tinggalkan komentar




Saran Saya

Kepala nyut-nyutan membaca blog ini? Mari santai sejenak sambil ngupi di kopimaya dot com

AKU

Bermakna

Tanggalan

Januari 2008
S S R K J S M
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031  

Jejak Langkahku

RSS Perjalanan Teman-Teman

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Spiritualitas Para Teman

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.